Kepingan Mimpi dan Rasa Sakit
Aku mengembuskan napas kecewa. Bahuku melorot begitu saja. Terasa begitu berat beban yang kubawa selama ini tak membuahkan hasil yang kuinginkan. Kepalaku tertunduk lemas. Airmataku jatuh begitu saja tanpa bisa aku cegah. Satu. Satu. Semakin deras. Isakan yang semula tenang menjadi kencang. Kedua bahuku bergetar. Jantungku berdebar hebat. Tak ada namaku di sana. Tak kutemukan namaku di barisan hijau. Padahal tak pernah aku panjatkan penolakan, atau lebih parahnya penyesalan. Aku kalah bahkan sebelum dimulai. Dipaksa mundur teratur padahal hanya satu langkah lagi mimpiku tergapai. Rasanya begitu sesak mengingat bagaimana mimpi di bangun tinggi-tinggi. Malam yang dijadikan untuk terjaga mengerjakan algoritma yang terlampau sulit. Pagi yang dijadikan sebagai awal dengan tugas bahasa yang berlembar-lembar. Siang yang terasa begitu terik untuk mengerjakan bahasa asing dengan kamus-kamus tebal. Lalu petang yang terlampau jenuh dijadikan sebagai bahasan sejarah yang terasa memuakkan. Perjuang...