Tuan 24 November yang hilang

Sebenarnya kisah ini, mungkin gak pantas di sebut sebuah kisah, karena tak pernah lengkap, tak pernah rampung. 

Mungkin juga gak ada yang harus diceritakan, selain dua orang yang memilih berpisah dan berakhir dengan saling mengikhlaskan, meski hanya satu yang menaruh perasaan. 

Untuk kalian, aku akan menceritakan kedua orang itu. 
Yang salah satunya ialah aku, yang menaruh perasaan kepada seorang tuan yang akhirnya pergi. 

~•~


Semesta mempertemukan aku dengannya. Bukan hanya sekedar tatap yang bertemu. Bukan pula menjadi perasaan yang menyatu. Tapi, ini tentang atap yang tak pernah sanggup, dan tentang rasa yang tak pernah cukup. 

Aku dengannya berada di satu atap yang sama. Menempuh perjalanan dengan tujuan yang sama. 

Kami adalah sebatas teman. Iya, hanya teman. 

"you are my best fucking friend"

Begitu katanya padaku saat terakhir kali kami bertemu.  

Awalnya, aku pikir tidak akan ada sesuatu yang terjadi, tidak akan ada perasaan yang tumbuh. Aku dan dengannya hanya sebatas teman..... Belajar. Saar itu, posisiku hanya menjadi seseorang yang selalu membantunya menulis catatan, manyalin tugas, membelikan makanan titipannya, dan menjadi seseorang yang sering dimaki. Hahaha. 

Dulu sedekat apa? 

Dekat sih, soalnya duduknya depan-belakang sama dia. Hehehe. 

Nggak, bukan itu sebenarnya. 

Kami itu dekat, tapi tak pernah terikat. Tahu kenapa? Karena dia sudah terikat dengan orang lain. 

Waktu berlalu dengan begitu cepat. Tapi, belum ada setahun, ia memberikan kabar buruk padaku. 

"besok gue kayaknya pindah sekolah"

Hahahaha...... 
Semesta bercanda? 
Sedang mengajakku menerka? 
Iseng? 

Tidak. Semesta sungguhan. Dia berkata jujur. 

Dia pindah, kawan. Dia pindah. 

Dia tak lagi satu atap denganku, meski tujuannya tetap saja. Belajar. 

Dia memutuskan untuk pergi ketika aku sudah jatuh hati, bahkan ia tak pernah tahu bagaimana perasaanku kepadanya. 

Aku ingat betul saat ia berpamitan untuk yang terakhir kalinya (setidaknya ia pamit), saat itu aku sedang tertawa bersama temanku, lalu ia datang tiba-tiba. Ia mengatakan ke semua orang yang berada dalam ruangan itu, kalau ia akan pindah, pergi, tak lagi menetap. 


Bagaimana keadaanku? 


Keadaanku benar-benar tak menyangka. Terlalu terkejut. Aku menangis! Apalagi ketika untuk yang terakhir kalinya ia menyalami tanganku, rasanya benar-benar lemas. 

Rasanya ingin berteriak mengatakan kalau dia tak perlu pergi, karena aku ada di di sini, membantunya. 

Rasanya ingin mencegah langkahnya agar tak kemana-kemana, karena aku ada di sini, untuknya. 

Tapi, sulit. Karena sekeras apa pun aku melarangnya, toh, aku bukan siapa-siapanya? 

Ia tetap pergi. 
Meninggalkanku. 
Menanggalkan perasaanku. 

Dan, puisi-puisi tentangnya, terlahir. 

~•~


Semenjak kepergiannya, entah bagaimana bisa, jemariku menuliskan berbagai kata, isi kepalaku dipenuhi aksara, dan aku tak henti-hentinya bercerita.

Untukmu, tuan.
Kepergianmu adalah perayaan yang tak semestinya dirayakan.

Namun, puisiku gemar merayakanmu,
Yang membahas tuan 24 November yang hilang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Petang dan Yang Tak Pernah Pulang

Dikebumikan

Selamat Ulang Tahun